Kamis, 17 Maret 2011

UJIAN NASIONAL 2011

LULUS UJIAN NASIONAL, BAGUS ATAU TIDAK YA?

Oleh: Dra. Risdauli Sigalingging,MM

Membaca judul di atas, membuat hati bertanya-tanya: “ kok begitu amat sih?” Ya! Bagi sebagian orang jawabannya adalah lulus ujian nasional berarti gambaran bukti keberhasilan perjuangan selama tiga tahun. Selama tiga tahun bergelut dengan buku dan belajar, penuh dengan perjuangan agar bisa menguasai pelajaran, berusaha dengan ikhlas menaati peraturan sekolah dan guru, mengatasi setiap tantangan dalam perjalanan pulang pergi ke sekolah. Terkadang harus lembur belajar dan menyelesaikan tugas yang harus dikumpulkan. Apabila sampai tidak lulus, jelas terasa menekan apabila membayangkan 3 X 365 hari (minus 2 bulan) tidak bisa bebas melakukan kegiatan yang disukai untuk bersenang-senang, semua karena belajar.

Tidak demikian dengan sebagian siswa yang lulus karena ‘nasib’. Penulis membuat tanda petik karena tidak menutup kemungkinan bahwa ada siswa yang merasa kelulusan itu biasa saja, entah karena merasa dia lihai ‘mencuri nilai yang baik’ atau entah karena nasib lagi mujur. Mungkinkah itu terjadi? Ya… karena ternyata di dunia ini memang sungguh-sungguh ada yang lihai ‘mencuri nilai baik’ tanpa harus belajar dengan sungguh-sungguh. Dengan sedikit usaha melirik kiri kanan, atau buka catatan ‘khusus’ yang bersumber dari buku, sms, atau bocoran dari pihak lainnya. Yang jelas, kelulusan itu terasa biasa saja tanpa kesan kecuali mengenang sejarah sumber kemujurannya.

Ujian Nasional tahun 2011 akan diadakan bulan April 2011, Kemendiknas sudah menetapkan jadwal pelaksanaan UN 2011 tingkat SMP dan SMA sederajat. Pelajar SMP menempuh UN pada 25-28 April mendatang. Adapun pelajar tingkat SMA sederajat dijadwalkan lebih dahulu mengikuti UN, yakni pada 18-21 April yang tinggal beberapa hari lagi. Usaha sekolah agar para siswanya lulus Ujian Nasional tentu beragam. Ada sekolah yang sejak masuk kelas tiga sudah melaksanakan bimbingan belajar di sekolah, tetapi ada juga yang baru menggenjot belajar siswa di semester enam. Tentu keputusan itu tergantung banyak hal. Jika di sekolah itu banyak acara selain KBM, maka dapat dipastikan kesibukan siswa dalam KBM berkurang. Apa salah? Tentu tidak! Bukankah keberhasilan di masa yang akan datang itu bukan tergantung prestasi akademis saja? Banyak faktor yang membuat siswa berhasil di masa depan. Walaupun seorang anak cemerlang dalam bidang akademis, tanpa pernah mengikuti kegiatan non akademis, toh tidak ada jaminan bahwa masa depannya akan lebih gemilang dalam karir, keuangan dan prestise lainnya dibanding dengan siswa yang dulunya aktif di bidang non akademis tanpa mengabaikan tanggung jawab akademisnya. Bukankah keberhasilan di masa depan itu bukan hanya tergantung kegiatan belajar di sekolah saja, tetapi juga di rumah dan dalam masyarakat?

Yang jelas, gagal dalam ujian nasional tahun ini sebenarnya harus diterima dengan ikhlas sebagai bagian dari pembelajaran di sekolah realita kehidupan. Yah.. belajar itu bukan hanya di sekolah saja tapi di sepanjang kehidupan ini, di realita kehidupan, di masyarakat, di semua lini kehidupan. Standar kelulusan ujian nasional di tahun 2011 ini sebenarnya bukan hal baru lagi di telinga kita. Mungkin ‘beti’ beda tipis dengan tahun lalu. Menurut Permen Diknas No 45 Thn.2010 dan lampiran Surat Badan standar Nasional Pendidikan No 0148/SK-POS/BSNP/I/2011, Untuk SLTA nilai rata-rata semua mata pelajaran yang di UNas-kan > 5,5 dan > 4,0 untuk setiap mata pelajaran. Yang sangat berbeda terjadi di pelaksanaanya seperti dalam tabel berikut:

No.

UN Tahun 2010

UN Tahun 2011

1.

Ada UN Ulangan

Tidak ada UN ulangan

2.

Ada Tim Pemantau Independen (TPI)

Tidak ada Tim Pemantau Independen (TPI)

3.

Pengawas ruang ujian ditetapkan oleh Dinas Pendidikan

Perguruan Tinggi menetapkan pengawas ruang ujian untuk SMA/MA, dan SMK bersama dengan Dinas Pendidikan.

4.

Hanya ada dua paket soal dalam satu ruang ujian

Ada lima paket soal dalam satu ruang ujian.

5.

Tidak ada uji petik

Penyelenggara pusat melakukan uji petik pada setiap provinsi, untuk mengkaji kredibilitas penyelenggaraan ujian.

6.

Nilai hasil ujian sekolah dan nilai hasil ujian nasional masing-masing berdiri sendiri dan sama-sama menentukan kelulusan dari satuan pendidikan. Nilai rapor tidak diperhitungkan.

Nilai Sekolah, yang terdiri dari gabungan nilai ujian sekolah dan nilai rata-rata rapor diberi bobot 40% untuk menentukan kelulusan UN.

7.

Nilai UN berdiri sendiri, dan diperhitungkan 100% sebagai salah satu faktor penentu kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan.

Nilai UN diberi bobot 60% dan nilai sekolah diberi bobot 40% dalam penentuan kelulusan.

Sumber: http://sawali.info/2011/02/27/mengapresiasi-terobosan-baru-kemdiknas-dalam-un-201

STRATEGI YANG BENAR

Sepertinya tidak ada sekolah yang tidak melakukan antisipasi menghadapi ujian Nasional. Selama siswa mau mengikuti kegiatan di sekolah dan ditambah dengan kemauan mempelajari ulang, sepertinya nilai minimal 4 bukan hal yang mustahil diperoleh. Kenyataannya nilai tersebut mustahil diperoleh apabila siswa tidak mengikuti KBM, tidak mengikuti Bimbel (bimbingan belajar)/ les/ atau pemantapan materi (PM)/pengayak-an. Memang kalau hanya sekedar KBM biasa, biasanya dirasa kurang untuk sukses Ujian Nasional, entah itu karena jam pelajaran yang terbatas sementara agar siswa sungguh memahami materi tertentu butuh jam pelajaran yang di luar kebiasaan atau entah karena masalah lainnya.

STRATEGI CURANG

Penulis selama 33 tahun menjadi guru tidak pernah menyaksikan strategi curang yang sangat mencolok dalam ujian nasional. Penulis hanya menyaksikan upaya anak mengintip pekerjaan temannya atau bertanya ke temannya, tetapi begitu pengawas menegurnya entah dengan tatapan mata atau teguran langsung, maka peserta ujian sudah takut untuk melakukan hal yang sama lagi. Belakangan ini penulis sendiri mulai meragukannya. Apabila kita membaca Koran atau mendengar berita di televisi atau mendengar sendiri dari saksi hidup seputar kecurangan ujian nasional maka kita akan menemukan banyak kecurangan yang dilakukan oleh berbagai pihak. Ada yang diintruksikan Kepala Dinas, ada juga ulah Kepala Sekolah, guru, pihak percetakan atau calo lainnya dan oleh siswanya sendiri. Coba pembaca mencari sendiri di internet, maka ada segudang data yang terpampang di depan mata kita, yang mencoreng nama pendidikan negara ini. Siapa yang perlu kita salahkan untuk semuanya ini?

- Kesalahan Negara

Membahas kesalahan negara tentu tidak langsung menunjuk hidup si pembuat salah, karena tentu ini berhubungan dengan sistem yang sudah dibangun selama ini. Contohnya atasan menekan bawahannya apabila di wilayah bawahannya banyak yang tidak lulus. Jenis tekanan ini terntu beragam mulai dari kritikan, teguran, mutasi atau pencopotan jabatan. Kalau sudah begini tentu negara seolah membangun lingkaran setan, tidak ada habisnya. Saling menyalahkan, saling menekan atau saling mengancam, yang akhirnya menghalalkan segala cara. Andaikan para penguasa peduli pendidikan dan sering melakukan ‘sidak’ ke sekolah-sekolah tanpa ancaman, maka kemungkinan kecurangan bisa dikurangi, asal asas pemerataan mutu pendidikan terlaksana dengan adil di negara ini

- Kesalahan sekolah dan dewan guru

Terkadang pihak sekolah juga tidak bisa cuci tangan dari kesalahan ini. Ada komite sekolah atau pemilik yayasan yang mungkin kurang perhatian dalam mengucurkan dananya untuk meningkatkan mutu pendidikan. Ada juga pihak sekolah yaitu kepala sekolah yang tidak tegas terhadap siswa yang kurang berminat belajar dibuktikan dengan sering tidak belajar, sering tidak masuk sekolah. Logikanya anak yang begini cenderung nilai ulangannya tidak menggembirakan. Seharusnya sekolah konsisten terhadap peraturan yang dibuat, Kalau tidak mencapai standart kenaikan kelas, yah biarkan saja tidak naik kelas, tidak perlu dikatrol atau diberi nilai cuma-cuma yang membuat siswa meremehkan tanggung jawabnya di kemudian hari. Guru yang memberi nilai tentu dapat juga disalahkan. Kepala sekolah tentu tidak perlu malu apabila siswanya banyak yang nilainya jelek kalau memang aslinya begitu. Di depan Kepala Dinas atau walikota yang mengangkatnya tidak perlu takut menjelaskan bahwa itulah realitanya demi peningkatan moral generasi penerus. Kepala sekolah tidak perlu menuduh bahwa guru tidak becus mengajarnya sehingga nilai siswanya jelek. Guru yang mengawasi ujian juga bisa disalahkan apabila saat mengawasi ujian tidak bisa bertindak tegas menyaksikan siswa yang bekerja sama dalam ujian. Andaikan pihak sekolah sudah memberikan pengajaran yang terbaik ditambah dengan konsekuen dalam meningkatkan disiplin anak tanpa takut pada tekanan pihak penguasa, maka kemungkinan siswanya akan mempersiapkan diri sejak awal untuk sukses di ujian-ujian yang ada

- Kesalahan orang tua murid

Orang tua sering kali tidak mau menerima kenyataan bahwa anaknya tidak lulus. Apapun yang terjadi, yang penting harus lulus. Orang tua tidak peduli bahwa anaknya sudah berbuat curang saat mengerjakan ujian. Menyontek, bekerja sama dengan teman, mendapatkan bocoran jawaban soal tidak pernah dibahas orang tua dengan putranya, seolah-olah perbuatan seperti itu benar. Bahkan mungkin ada orang tua yang menyogok guru dengan berbagai cara agar nilai anaknya bagus. Andakan orang tua memberi contoh jujur dan selalu giat meningkatkan kwalitas hidupnya dengan belajar/membaca, kemungkinan anaknya juga akan berlaku demikian dalam hidupnya

- Kesalahan siswa

Kesalahan siswa biasanya terjadi karena kurang belajar. Saat ini tayangan televisi dan internet menjadi prioritas utama siswa dibanding belajar. Walaupun guru-guru sudah memberikan silabus dan kisi-kisi, namun siswa anggap enteng dengan tetap asik di depan TV dan internet atau nongkrong dengan teman-teman. Begitu ujian, mungkin banyak mengandalkan spekulasi jawaban dari teman atau sumber lain. Andaikan sejak awal dia rajin belajar, maka Ujian Nasional tidak mungkin jadi momok bagi siswa. Seharusnya siswa lebih percaya diri akan hasil jawabannya dibanding dengan sumber jawaban lainnya. Andaikan sejak awal siswa mempersiapkan diri, maka keunggulan pribadi siswa akan terlihat dalam ujian dan di dunia kerja.


HOME SCHOOLING MENJADI ALTERNATIF

Kalau melihat banyaknya kecurangan di dunia pendidikan formal, maka home schooling sepertinya lebih tepat untuk menanamkan kejujuran dalam ujian. Bukankah home schooling lebih banyak dididik dan diajar sang orang tua. Kita meyakini tidak ada orang tua yang gembira mengetahui anaknya berbuat curang, karena pendidikan telah dimulai oleh sang orang tua sejak dini. Sepertinya lebih ‘kejujuran’ lebih berharga bila dibanding dengan ‘nilai tinggi’ akibat kecurangan.


SELALU ADA CARA UNTUK CURANG

Mungkinkah ada jaminan bahwa dengan tersedianya 5 tipe soal dalam satu ruang ujian akan menjamin tidak adanya kecurangan pada ujian nasional mendatang? Semoga saja begitu walau pasti ada celah bagi orang yang menghalalkan cara untuk dapat nilai yang baik.


Jakarta, 9 Maret 2011

catatan: Tulisan ini telah dimuat di Surat Kabar Umum "Nusantara Satoe" edisi 14 maret 2011

Leia mais...

  ©Marlon70 - Todos os direitos reservados.

Template by Dicas Blogger | Topo